Kepulangan WNI Eks ISIS Berpotensi Tingkatkan Aksi Radikal di Indonesia

Ilustrasi.

Oleh :Dodik Prasetyo )*

Kepulangan WNI Eks ISIS sepertinya menghadirkan banyak dilema, apalagi masih banyak persoalan intoleransi nyata-nyata terjadi yang menunggu sikap tegas dari Pemerintah. Padahal saat ini saja Indonesia masih memiliki PR untuk meredam radikalisme yang tak kunjung selesai.Sudah sepatutnya masyarakat dan Pemerintah Indonesia menolak kepulangan WNI eks ISIS tersebut karena berpotensi meningkatkan aksi radikali di Indonesia.

Ratusan eks kombatan ISIS asal Indonesia hanya bisa merutuki nasib mereka, tinggal di kamp darurat dekat Raqqa, Suriah tanpa kepastian. Lebih tepatnya ISIS hanya menawarkan janji-janji manis melalui internet untuk para jihadis yang bersedia bergabung.

Utang dunia dilunasi hingga penggantian biaya perjalanan dari Indonesia menuju Suriah ternyata hanyalah omong kosong belaka.

Perlu diketahui juga, ada sebuah keluarga asal Indonesia yang kini ditampung di kamp darurat dekat Raqqa yang mengaku, pada tahun 2015 dirinya menjual rumah dan harta bendanya, setelah uang terkumpul sebanyak Rp 500 juta, keluarga tersebut bergabung dengan para jihadis yang menjanjikan ‘surga’ tersebut.

Mimpi buruk para jihadis dimulai setelah mereka menginjakkan kaki di Raqqa. Dimana mereka menyadari kekeliruannya setelah masuk dalam kalifat Islam ala ISIS. Tak ada Surga seperti yang dijanjikan, yang ada hanyalah neraka.

Apabila kita bicara mengenai perlindungan WNI, tentu akan menjadi hal yang relevan jika kita berbicara tentang perlindungan ratusan juta rakyat Indonesia di Tanah Air.

Pertanyaanpun muncul, siapa yang bisa menjamin 600 orang eks ISIS tersebut tidak membawa virus radikal yang justru bisa mengancam warga negara yang lain? Sehingga bukan tidak mungkin, kepulangan WNI eks ISIS nantinya dapat berdampak pada tumbuhnya bibit radikalisme di Indonesia.

Ketua Umum Vox Point Indonesia, Yohanes Handoyo Budhisejati mengatakan, pemulangan WNI eks ISIS tidak diperlukan, apalagi ada masalah di Indonesia yang lebih urgent, salah satunya adalah intoleransi yang semakin marak.

Menurut Handoyo, Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan intoleransi yang serius, maka dari itu jangalan diperumit dengan menambah masalah baru.

Terkait dengan Wacana pemulangan WNI Eks ISIS, Mantan Ekstrimis Sofyan Tsauri angkat bicara, dimana dirinya menyatakan termasuk pihak yang menolak rencana pemulangan tersebut.

Pernyataan tersebut juga memiliki alasan yang kuat, dimana Sofyan sendiri yang merupakan mantan ekstrimis juga mengenal pelaku bom bunuh diri saat masih berada di pusat rehabilitasi. Ia menilai bahwa wacana pemulangan WNI eks ISIS merupakan sesuatu yang berbahaya.

Mantan ekstrimis terebut secara tegas mengatakan bahwa WNI eks ISIS akan membawa masalah apabila dipulangkan ke Indonesia.

Dirinya juga mengatakan, bahwa WNI bekas anggota ISIS bukanlah orang yang dapat dipercaya. Apalagi setelah kematian pemimpinnya, Sofyan mengatakan ada beberapa tempat yang menjadi sasaran para jihadis.

Tempat tersebut di antaranya adalah Filipina yang menjadi tempat pilihan di kawasan Asia Tenggara, lalu Afghanistan untuk kawasan Timur Tengah.

Dipilihnya Filipina kemungkinan besar karena banyaknya area-area yang tidak dapat terpantau oleh pemerintah. Hal ini jika dibiarkan tentu akan membuat para teroris dan calon teroris bergerak bebas tanpa terdeteksi.

Penolakan terhadap WNI Eks ISIS tersebut juga disuarakan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, menurutnya, ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan.

Dirinya menjelaskan, Jawa Tengah memang memiliki program deradikalisasi. Namun untuk Eks ISIS yang di luar negeri, sudah tidak menjadi tanggungjawabnya selaku pemprov, karena mereka sudah sengaja membakar paspor.

Penolakan juga datang dari Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia Pusat (MUI) Muhammad Cholil Nafis.

Dirinya secara tegas mengatakan bahwa Indonesia tidak perlu memperjuangkan WNI eks ISIS untuk pulang ke Indonesia. Sebab menurut Cholil, mereka telah melupakan NKRI.

Melalui akun sosial medianya, Cholil menyampaikan ‘Jika secara hukum warga ISIS atau eks ISIS dari Indonesia otomatis adalah eks WNI maka tak perlu pemerintah dan kita memilirkan apalagi memperjuangkan untuk masuk ke Tanah Air Kita’.

WNI Eks ISIS tersebut sudah jelas bukan warga negara Indonesia dan tidak setia kepada Pancasila, UUD dan NKRI. Mereka juga tidak mengakui keberadaan negara maka pemerintah tidak perlu hadir untuk menyelamatkan dan menyelesaikan masalah eks WNI yang bergabung telah dengan ISIS.

)* Penulis adalah pengamat sosial politik