Mewaspadai Manuver Kelompok Radikal Saat Pandemi Covid-19

Oleh : Zakaria )*

Kelompok radikal ditengarai terus bermanuver untuk menyebarkan pengaruhnya kepada masyarakat. Masyarakat dan TNI/Polri pun diminta untuk tetap waspada dan tidak lengah terhadap penyebaran paham anti Pancasila tersebut yang memanfaatkan situasi krisis akibat pandemic Covid-19.

Dalam rangka mengantisipasi berkembangnya radikalisme di masyarakat meskipun dengan suasana virus corona, anggota kepolisian sektor (Polsek) Kuala Behe Bripka Suryoko melaksanakan Sosialisasi  dan mengajak warganya untuk menolak paham radikal agar tidak menyebar hingga di wilayah Hukum Polsek Kuala Behe.

Dalam kesempatan tersebut Bripka Suryoko menyampaikan  pesan kamtibmas, diantaranya agar warga berperan aktif bahu membahu bersama Polisi dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (KAMTIBMAS), termasuk waspada dan cegah  masuknya paham radikal.

Pada kesempatan berbeda, Kapolsek Kuala Behe Ipda Rinto, S.Sos menjelaskan bahwa secara rutin anggotanya harus selalu turun untuk menonitor  sitkambitmas serta kegiatan yang ada di Desa binaanya dengan merangkul  Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Pemuda untuk berperan serta memberikan pemahaman akidah agama yang sempit/keliru sehingga tidak terlihat pemahaman dan berkembangnya Radikalisme di masyarakat.

Sebelumnya, Pengamat Intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta meminta agar aparat Polri, TNI dan BIN agar ekstra waspada dan menutup celah bagi kelompok-kelompok radikal yang berpotensi membuat situasi nasional tidak kondusif. Sebab kemungkinan mereka mencari celah di tengah kesibukan pemerintah dalam memerangi pandemi covid-19.

Penanganan pandemi covid-19 yang melibatkan aparat seperti TNI, Polri dan BIN, rupanya menjadi peluang bagi aktor-aktor yang ingin membuat gangguan terutama bagi pemerintah. Aktor tersebut ingin memanfaatkan kelengahan aparat keamanan.

Selain itu, pihaknya juga menuturkan, dengan adanya tekanan ekonomi, pemberlakuan pembatasan sosial yang berdampak pada terbatasnya kesematan kerja, menjadi isu yang didorong oleh aktor-aktor tertentu kepada masyarakat dengan tujuan menggerus ketaatan dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Gangguan keamanan yang sudah terjadi secara nyata adalah dari kelompok radikal yang melakukan aksi tetor. Aksi teror terhadap petugas kepolisian di Poso oleh kelompok MIT (15/4) dan serangan lone wolf di Polsek Daha Selatan HSS Kalsel (1/6) menunjukkan kelompok teroris memanfaatkan celah kerawanan di saat pandemi covid-29 untuk menyerang aparat kepolisian.

Ancaman dari kelompok pengusung ideologi khilafah ternyata masih terjadi. Penyebaran pamflet ideologi khilafah di Kupang, telah menjadi salah satu bukti bahwa propaganda khilafah masih terus dilakukan.

Kelompok pengusung khilafah yang sudah secara resmi telah dibubarkan oleh pemerintah, diketahui pula muncul untuk mencoba eksis, termasuk melalui forum akademis. Bukti pamflet yang beredar dengan atribut sebagai jubir HTI tentu telah menunjukkan bahwa meski sudah dilarang pemerintah mereka tetap mencoba untuk eksis.

Lanjutnya, Stanis memaparkan munculnya narasi-narasi yang cenderung meyudurkan pemerintah dengan menggunakan isu  kebantilan dan tak lupa bendera sttand Uptivr 40l\

Alvara juga menunjukkan, sebanyak 83,4 persen dari penduduk berusia 17-25 tahun di Indonesia mengakses internet. Sebanyak 23 persen diantaranya tergolong pecandu internet karena mengakses internet lebih dari 7 jam sehari.

Tentu saja angka tersebut menunjukkan bahwa kemudahan akses internet, ternyata berbanding lurus dengan meningkatnya penyebaran konten radikal.

Munculnya gerakan radikalisme merupakan suatu reaksi yang dilakukan karena berlakunya kebijakan global Amerika serta negara barat lainnya, terutama keberadaan negara Yahudi yang bernama Israel. Sebenarnya para kaum dan golongan para terorisme ingin menolak adanya hal tersebut dengan tujuan untuk berjihad di jalan Allah, tetapi cara mereka melakukan jihad merugikan banyak orang yang bukan merupakan sasaran mereka, sehingga hal ini  akan sangat merusak berbagai tatanan kehidupan baik di bidang ekonomi, sosial, politik, negara ataupun agama.

Sebelumnya, Hasil survei dari lembaga kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), yang dipimpin oleh Prof Dr Bambang Pranowo, yang juga merupakan Guru Besar Sosiologi Islam di UIN Jakarta pada 2010 lalu, menunjukkan bahwa hampir 50% pelajar setuju dengan tindakan radikal.

Data tersebut juga menunjukkan 25% siswa dan 21 Guru menyatakan bahwa Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8% siswa dan 76,2% guru setuju dengan penerapan syariat Islam di Indonesia.

Aparat keamanan seperti Polri dan TNI, tentu harus tetap memburu para pelaku yang terbukti menyebarkan paham radikal ke khalayak ramai. Jangan sampai dengan adanya tugas dalam menertibkan masyarakat untuk menuju new normal justru dimanfaatkan oleh kaum radikalis dalam melancarkan aksinya.

)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor