INFODENPASAR.ID, Jakarta – Pembuat video yang menjadi pemeran utama F (25), serta orang yang merekam perkelahian rekayasa berinisial Y (21) terancam hukuman penjara 10 tahun karena melanggar Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Mereka ini kita tetapkan tersangka karena membuat resah dan onar dengan berita bohong. Ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Heru Novianto di depan Pos Polisi Bundaran HI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020).
Dalam penyelidikan, F yang berprofesi sebagai dosen di salah satu Perguruan Tinggi Swasta mengaku menyebarkan video rekayasa itu untuk mendulang peraihan followers dan penonton yang tinggi di media sosial.
“Tujuan melakukan penyebaran video itu meningkatkan viewers dan followers biar ada keuntungan dari endorsement, ” kata Heru.
Dalam pengakuannya saat diwawancarai langsung oleh wartawan, F mengaku tidak menyangka perbuatannya akan membuat keresahan terhadap masyarakat.
“Gak bakal mikir itu menimbulkan keresahan karena maunya jadi hiburan. Saya ga tau dampak ke depannya, ga mikir sejauh itu,” kata F.
Untuk diketahui, pada Sabtu (15/2) sebuah akun instagram menyebarkan video yang berasal dari akun @mbx.yeyen (saat ini nama akunnya berubah @mbxyeyen) berisikan perkelahian di jalur penyeberangan kawasan MH Thamrin.
Dalam video itu terekam seorang pria yang menenteng tas hitam dengan kemeja dikeroyok oleh empat orang yang tidak dikenal, video itu berhasil menarik perhatian warga net dan sempat ditonton oleh ratusan ribu pengikut akun instagram @peduli.jakarta.
Empat Tukang Bajaj
Sementara
itu empat orang yang berprofesi sebagai tukang bajaj di dekat Pusat
Perbelanjaan Sarinah mengaku dibayar Rp500.000 oleh pelaku berinisial F (25)
yang membuat video rekayasa sebagai konten untuk panjat sosial ilegal di media
sosial instagram.
“Memang dibayar,
tiba-tiba lagi makan siang kan saya ada yang nyamperin terus nawarin buat bikin
video pura-pura berantem gitu kan, ya namanya orang kecil butuh. Kita
ambil,” kata seorang tukang bajaj yang hadir dalam pengungkapan kasus
video rekayasa MH Thamrin di depan Pos Polisi Bundaran HI, Rabu (19/2/2020).
Keempat orang yang
dibayar oleh F sebagai pemeran yang bertugas untuk beradegan perkelahian ala
“wing chun” bernama Suwarto, Didi, Bambang serta Abdul.
Keempat orang tersebut
akhirnya berstatus menjadi saksi dalam kasus pengungkapan video rekayasa di MH
Thamrin.
Kapolres Metro Jakarta
Pusat Kombes Pol Heru Novianto membenarkan keterangan keempat supir bajaj
terkait bayaran yang diterima untuk membuat video yang menjadi hoaks itu.
“Awalnya yang
ditangkep pelaku perkelahian, mereka taunya dibayar untuk berantem dengan
nominal Rp500.000. Ada 4 orang yang dibayar, yaitu para tukang bajaj. Dari keterangan
itu kita cari pelaku sebenarnya,” kata Heru.
F yang merupakan
pelaku utama pembuatan video rekayasa MH Thamrin mengatakan tidak mengira video
yang ingin diviralkannya itu dapat meresahkan warga ibu kota lainnya untuk
melintasi Jalan MH Thamrin.
“Saya mau bikin
konten melibatkan seni bela diri, memberi edukasi masyarakat pentingnya bela
diri dari konten itu,” kata F.
F pun mengakui tujuan
pemilihan Jalan MH Thamrin untuk membuat adegan rekayasa itu karena melihat
kawasan MH Thamrin sebagai jantung dari Ibu Kota.
Ia berharap pengikut
dan penontonnya di media sosial dapat bertambah dengan lokasi yang strategis
dibanding lokasi lainnya di Ibu Kota.
“Tidak tahu akan bikin resah. Ga mikir kesitu. Itulah salahnya kita,” kata F.
Atas perbuatannya baik F maupun YI (21) yang merekam serta menyebarkan video rekayasa itu terancam hukuman 10 tahun kurungan penjara.
Capai Ratusan Ribu Penonton
Sementara
itu Wakapolres Metro Jakarta Pusat AKBP Susatyo Purnomo Condro mengatakan video
rekayasa yang menunjukan adegan perkelahian di Jalan MH Thamrin sudah
mencapai ratusan ribu penonton (viewer) di media sosial instagram.
“Ini adalah akun
@mbxyeyen milik tersangka kedua Y. Di akunnya mencapai 2.603 penonton.
Lalu di channel lain yang dibayar oleh tersangka penontonnya mencapai 116.650
tayangan. Artinya hampir sebanyak 118.000 warganet menonton video itu,”
kata Susatyo di depan Pos Polisi Bundaran HI, Jakarta Pusat, Rabu.
Susatyo mengatakan
video yang tersebar itu dapat menyebabkan keresahan di masyarakat terutama bagi
warga yang sering melintasi kawasan MH Thamrin yang juga dikenal sebagai
jalur protokol.
“Kita tidak mau
kasus ini terulang di sekitar Jalan Thamrin. Makannya Polres langsung cari
pelaku supaya kejadian serupa tidak kembali terulang,” kata Susatyo.
Ia pun menyarankan
jika ada akun- akun media sosial instagram yang menyebarkan video terkait agar
segera menghapus videonya ataupun menghentikan distribusi videonya.
“Tolong videonya
dihentikan dan dihapus, karena kami mulai hari ini akan melakukan tindakan
tegas akun- akun yang masih memviralkan video hoaks itu termasuk dalam tindakan
pidana,” kata Susatyo.
Kapolres Metro Jakarta
Pusat Kombes Pol Heru Novianto juga menambahkan agar para pembuat konten lebih
berhati- hati saat membuat dan menyebarkan konten.
“Ini (Bermedia
sosial) mohon hati- hati, ada aturannya medsos. Menyebarkan konten boleh
dilakukan untuk pansos (panjat sosial). Silahkan mencari followers sebanyak
mungkin, tapi uploadlah kejadian yang benar, bukan rekayasa ataupun hoaks
seperti kejadian ini,” kata Heru.
Polsek Metro Menteng
menangkap dua orang pelaku pembuat video rekayasa sebagai upaya panjat sosial
yang dinilai ilegal oleh polisi karena video yang tersebar di media sosial dan
viral itu telah mengesankan situasi di pusat ibu kota tidak aman.
Pria berinisial F (25)
yang merupakan dosen menjadi pemeran utama yang membayar tukang bajaj untuk
membuat adegan perkelahian.
Lalu wanita berinisial
Y (21) yang merupakan mahasiswa dari F mendapatkan tugas untuk merekam seakan-
akan itu merupakan kejadian spontan dan membayar akun @peduli.jakarta untuk
memyebarkan video berisi adegan rekayas itu.
Atas perbuatan
menyebarkan video hoaks keduanya dijerat UU ITE pasal 28 ayat 1 jo 45 A UU RI
No 19 tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 tahun 2008 dan atau pasal 14 sub 15
UU RI No 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana dengan ancaman hukuman
penjara selama 10 tahun.
Oleh : Livia
Kristianti
Editor : Sri Muryono
Kantor Berita ANTARA