BKKBN: Kebutuhan KB Tak Terpenuhi di Bali Tinggi

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Bali dr Ni Luh Gede Sukardiasih. ANTARA/Ni Luh Rhismawati.

INFODENPASAR, Jakarta – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa tingkat kebutuhan keluarga berencana (KB) tidak terpenuhi (unmet need) warga Bali cukup tinggi, meskipun Angka Kelahiran Total (TFR) rendah.

“Ini merupakan suatu hal yang janggal, seharusnya TFR rendah akan dibarengi dengan rendahnya angka unmet need. Namun kondisi di Bali, TFR rendah, unmet need tinggi. Ini anomali,” kata Kepala BKKBN Perwakilan Bali Ni Luh Gede Sukardiasih dalam keterangan resmi BKKBN di Jakarta, Senin (30/01/2023).

Ni Luh menuturkan TFR Bali sudah mencapai rasio 1,98 dan menjadi yang terendah kedua di Indonesia, di bawah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan angka TFR Bali 1,9, ini artinya setiap wanita memiliki 1-2 anak selama masa reproduksinya.

“Sayangnya dalam hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 (PK-21), unmet need masih menyentuh angka 17,9 persen atau melebihi target nasional yang ditetapkan pemerintah yakni sebesar 7,94 persen,” katanya.

Oleh karena itu, Ni Luh menekankan penggunaan alat kontrasepsi menjadi hal yang penting dalam mengatur kelahiran yang aman. BKKBN terus menggencarkan promosi dan sosialisasi program KB, terutama pada pasangan usia subur (PUS) agar angka unmet need bisa ditekan.

Pemakaian KB juga bisa menekan potensi bayi terkena stunting karena membantu mengatur jarak ideal kelahiran anak. Dengan demikian, pemberian ASI dan nutrisi bisa lebih maksimal diberikan. Ibu dan anak pun tidak perlu berebut nutrisi selama masa kehamilan.

“Jadi berpotensi keluarga yang mengasuh belum siap. Dari segi sosial ekonomi bisa saja belum siap akhirnya pola asuh anak dan juga ibu hamil tidak optimal. Ini meningkatkan risiko anak stunting,” katanya.

Menurut dia, saat ini sudah tersedia berbagai pilihan metode kontrasepsi baik modern maupun tradisional. Metode KB modern seperti IUD, implan, pil, suntik, vasektomi, dan tubektomi. Sementara salah satu jenis KB tradisional yang banyak diperbincangkan di kalangan masyarakat Bali adalah KB ancit.

Ni Luh menjelaskan KB ancit berarti senggama terputus (coitus interuptus), yang menjadi suatu upaya menghambat kehamilan dengan cara tradisional. Namun, KB ancit tidak dijamin bisa mencegah terjadinya kehamilan karena masih berpeluang besar pertemuan sel telur dan sperma.

“Kemungkinan hamil pasti ada, sehingga terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Dampak selanjutnya akan bisa saja terjadi aborsi, jika PUS belum siap punya anak lagi. Kalau dipertahankan tetap hamil, tentunya perlu kebutuhan finansial yang lebih, termasuk kebutuhan lainnya yang akan berdampak kepada bayi tersebut. Jadi sebaiknya tetap ber-KB agar bisa menjaga jarak minimal ideal melahirkan,” ujar dia.


Oleh : Hreeloita Dharma Shanti
Editor : Bambang Sutopo Hadi

Kantor Berita ANTARA