Kehadiran Starlink dan Pentingnya Menjaga Kedaulatan Siber

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi (tengah) memberi salam saat bersama CEO Tesla Inc. sekaligus SpaceX Elon Musk (dua kanan) dalam peluncuran Starlink di Puskesmas Pembantu (Pustu) Sumerta Kelod Denpasar, Bali, Minggu (19/5/2024). ANTARA/Putu Indah Savitri/am.

INFODENPASAR, Badung (25/05/2024) – Euforia kehadiran layanan internet berbasis satelit, Starlink, tak boleh mengendurkan kewaspadaan masyarakat terhadap ragam ancaman yang mengintai. Ibarat sebuah koin, kehadiran Starlink juga memiliki dua sisi, salah satunya bisa mengancam kedaulatan siber Indonesia.

Peluncuran Starlink menuai sorotan publik karena dihadiri secara langsung oleh CEO SpaceX Elon Musk dan digelar hanya sehari sebelum pembukaan World Water Forum Ke-10.

Starlink, yang merupakan layanan internet berbasis satelit, memungkinkannya untuk menjangkau wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3 T) Indonesia.

Cakupan (coverage) koneksi yang dimaksud berada di pulau paling terpencil pun hingga di tengah hamparan laut yang luas, Starlink diklaim dapat melayani di setiap jengkalnya, dengan catatan area itu memiliki akses yang leluasa ke langit untuk menangkap pancaran satelit.

Kemampuan tersebut diakui menyelesaikan permasalahan layanan internet kabel yang kesulitan untuk menjangkau daerah-daerah terpencil, mengingat Indonesia merupakan negara maritim dengan lebih dari 17.000 pulau.

Oleh karena itu, kehadiran Starlink diharapkan dapat menjadi penolong bagi sektor kesehatan dan pendidikan Indonesia, terlebih Pemerintah tengah mengembangkan ekosistem pertukaran data kesehatan melalui platform SatuSehat.

Akan tetapi, terdapat sisi yang nyaris tak tersorot, seperti ancaman bocornya data pribadi, jebolnya dinding-dinding penyekat konten-konten yang dilabeli konten berbahaya, hingga munculnya ketergantungan terhadap layanan sebuah perusahaan swasta untuk sektor-sektor vital negara.

Sisi tersebut dengan nyaman tersembunyi di balik selimut sehingga Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyuarakan kegelisahannya terkait layanan Starlink yang dapat disalahgunakan untuk bermain judi online, pornografi, dan sebagainya.

Marilah sejenak tegakkan punggung dari sandaran nyaman yang membuai masyarakat terlena dengan berbagai keunggulan yang ditawarkan oleh Starlink. Saatnya menilik dan membedah Sang Bintang.


Peluncuran Starlink

Bila menolehkan kepala ke belakang untuk melihat hanya sehari sebelum pembukaan World Water Forum Ke-10, siapa pun bisa menyadari betapa spesialnya Indonesia menyambut kehadiran CEO SpaceX Elon Musk, sosok yang akan meluncurkan Starlink di Bali, Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyambut kedatangan Elon Musk dengan senyum semringah setelah Elon Musk absen pada gelaran G20 pada 2 tahun lalu.

Pada hari yang sama dengan kedatangannya, Elon Musk meluncurkan internet Starlink yang berlangsung pada sore hari di Puskesmas Pembantu (Pustu) Sumerta Kelod Denpasar, Bali.

Bukannya disesaki oleh masyarakat yang ingin berobat, pusat kesehatan masyarakat itu justru penuh oleh warga yang penasaran dan ingin melihat Elon Musk secara langsung.

Peluncuran berjalan dengan lancar, namun tak sepenuhnya mulus. Ketika proses uji coba layanan internet Starlink dilakukan melalui conference call antar-puskesmas, sesekali sambungan internet tersendat, bahkan terputus.

Uji coba layanan internet melibatkan tiga puskesmas, yakni Puskesmas Pembantu (Pustu) Sumerta Kelod Denpasar, Bali; Pustu Bungbungan Klungkung, Bali; dan Puskesmas Tabarfane, Kepulauan Aru, Maluku.

Usai menyaksikan uji coba, Elon Musk menyoroti bahwa yang terpenting adalah peningkatan kecepatan internet dan kemampuan Starlink menjangkau daerah terpencil. Seperti yang terjadi di Pustu Bungbungan, dari yang sebelumnya berkecepatan 17 mbps, kini dapat mencapai 113 mbps setelah menggunakan Starlink.

Peluncuran Starlink mengobarkan euforia publik, termasuk jajaran Pemerintah. Hal itu terlihat dari tiga menteri yang menghadiri peluncuran Starlink.

Ketiga menteri tersebut adalah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, serta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.

Oleh karena itu, bukanlah hal yang berlebihan untuk melabeli Starlink sebagai tamu spesial. Lantas, bagaimana Pemerintah akan memperlakukan Starlink di hadapan regulasi Indonesia?

Sikap Kominfo

Budi Arie menyatakan tidak akan memperlakukan Starlink dengan spesial. Bahkan, dalam sebuah konferensi pers, ia menegaskan bahwa dirinya tak ingin Starlink merasa berada di atas awan.

Meskipun Starlink memiliki berbagai keunggulan untuk mengatasi isu terkait kesenjangan akses internet di daerah-daerah 3T, ditegaskannya bahwa hal itu tidak berarti Starlink akan mendapat perlakuan khusus terkait kepatuhan terhadap regulasi di Indonesia.

Starlink diminta untuk tetap membayar pajak sebagaimana penyedia layanan internet lainnya di dalam negeri. Selain itu, Budi Arie juga bersikeras meminta Elon Musk untuk membuka Network Operation Center atau NOC Starlink di Indonesia.

Bahkan, untuk memastikan kepatuhan operator terhadap regulasi dalam negeri, Budi Arie bertekad untuk melakukan evaluasi berkala terhadap Starlink.

Yang menjadi permasalahan, kata Budi Arie, yakni bagaimana cara menapis atau menyaring konten-konten yang berbahaya, seperti judi online dan pornografi.

Hal serupa juga menjadi permasalahan yang disoroti oleh Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar.

Wahyudi menjelaskan bahwa selama ini, Pemerintah melakukan pemblokiran informasi atau konten dengan cara memberi surat perintah kepada penyedia layanan internet atau ISP nasional untuk menapis situs-situs melalui DNS.

Model penapisan itu tidak bisa diterapkan untuk masyarakat yang menggunakan internet satelit seperti Starlink. Kendala tersebut membuat Wahyudi sepakat dengan Kominfo yang bersikeras kepada Elon Musk untuk membuka perwakilan Starlink di Indonesia.

Penapisan situs-situs tersebut erat kaitannya dengan tegaknya kedaulatan siber Indonesia. Dalam hal ini, kedaulatan bukan tentang lintas-batas teritorial negara, melainkan tentang pemrosesan data pribadi WNI oleh entitas di luar Indonesia, serta pengaruh konten-konten di internet yang dapat merugikan Indonesia.

Menelisik lebih jauh, Wahyudi menyebutkan terdapat lubang-lubang regulasi yang diakibatkan oleh hadirnya Starlink, seperti pemrosesan data strategis negara yang dilakukan oleh entitas di luar Indonesia.

Sebagaimana Starlink yang diharapkan dapat memajukan sektor kesehatan Indonesia, tak dapat dimungkiri bahwa data yang diolah oleh Starlink merupakan data pribadi terkait kesehatan masyarakat, yang merupakan infrastruktur informasi vital berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2022.

Oleh karena itu, penting bagi Pemerintah untuk memberikan perlindungan optimal terhadap data yang diolah oleh Starlink dengan menutup lubang-lubang itu melalui regulasi.

Selain itu, Wahyudi juga merekomendasikan kepada Pemerintah untuk memilah sektor-sektor yang interkonektivitasnya menggunakan jaringan nasional seperti Satelit Satria, serta sektor mana yang menggunakan Starlink.

Wahyudi mendorong Pemerintah untuk terus mengembangkan Satelit Satria sehingga ke depannya dapat menggeser layanan Starlink, terlebih untuk sektor-sektor yang menjadi bagian dari informasi vital.

Kehadiran Starlink memang memberi angin segar bagi perkembangan akses terhadap informasi untuk masyarakat yang berada di wilayah terpencil.

Meskipun demikian, masih terdapat pekerjaan rumah bagi Pemerintah untuk menjaga kedaulatan siber Indonesia dari berbagai ancaman yang mengintai.

Oleh karena itu, menyempurnakan regulasi jaringan internet menjadi sebuah keniscayaan.

Editor: Achmad Zaenal M

Kantor Berita ANTARA