Home ARTIKEL Komitmen Bersama menumpas Paham Radikal

Komitmen Bersama menumpas Paham Radikal

Oleh : Angga Gumilar )*

Radikal tidak melulu bisa dikaitkan hanya dengan faktor agama. Karena ada faktor lain yang dapat menyebabkan masyarakat terpapar paham radikal. Meskipun tidak kita tidak menampik bahwa agama menjadi faktor terbesar tumbuhnya paham radikal. Diperlukan komitmen bersama untuk menumpas paham radikal yang terus berkembang di masyarakat.

Tidak mengherankan jika ada kelompok radikal yang ingin menjadi agama mayoritas di suatu negara, sebagai instrumen penyebaran ideologi mereka.

Sasaran kelompok radikal adalah masyarakat yang memiliki pemahaman minim tentang agama di Indonesia, faktor pemahaman keislaman yang tidak komprehensif, pemahaman keislamannya mungkin terpotong-potong. Sehingga hal tersebut membuatnya mudah dipengaruhi oleh paham radikal.

Hal ini tentu menyebabkan paham radikal seperti tumbuh secara masif. Untuk membendungnya, tentu pemerintah perlu mensosialisasikan kebhinekaan yang telah menjadi nafas di Indonesia.

Kampus sebagai wadah insan intelektual juga membutuhkan asupan tentang nasionalisme, karena bagaimanapun juga banyak korban terpapar paham radikal dari kalangan mahasiswa. Selain itu tidak ada satupun kampus yang memiliki imun terhadap radikalisme.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan bahwa IPB merupakan salah satu kampus yang terpapar radikalisme. Bersama dengan 6 perguruan tinggi negeri (PTN) lainnya, IPB dinilai rawan akan penyebaran paham radikal.

Secara Historis, gerakan – gerakan pemikiran keagamaan radikal yang bersifat transnasional telah berkembang semenjak 3 dekade terakhir di Kota Bogor.

Paham radikalisme mengabaikan pesan terpenting agama – agama yang mengajarkan keluhuran dan kerukunan. Dalam Islam, prinsip ini dikenal sebagai rahmatan lil ‘alamin. Manusia selalu mengidamkan keamanan, keselamatan dan ketentraman. Islam diturunkan sebagai rahmat seluruh alam.

Paham radikalisme juga turut mengancam persatuan antar sesama warga negara. Bahkan juga merusak persatuan sesama umat beragama. Gerakan terorisme ini mengajarkan seseorang bertindak dengan kekerasan, seakan mereka bukan manusia yang mempunyai hati. Mereka dengan tanpa melihat langsung menghancurkannya.

Disisi lain radikalisme juga mengakibatkan penderitaan bagi manusia yang tidak berdosa. Ada yang mengalami cacat permanen dan menderita trauma berkepanjangan yang diakibatkan oleh pelaku yang tak bertanggung jawab. Dalam kasus tersebut justru banyak terjadi salah sasaran yang terjadi sehingga menghilangkan banyak nyawa yang bukan merupakan sasaran penyerangan tersebut.

Orang – orang yang menganut paham radikalisme, biasanya memiliki keyakinan yang kuat terhadap program yang ingin mereka jalankan, mereka pun tidak segan – segan menggunakan cara kekerasan dalam mewujudkan keinginan mereka. Seperti merusak warung makan di bulan puasa. Hal tersebut mereka lakukan karena para penganut radikalisme memiliki anggapan bahwa semua pihak yang berbeda pandangan dengannya adalah bersalah.

Sebelumnya Kepala Pusat Penelitian Politik, Adriana Elizabeth mengatakan, radikalisme dapat berkembang di Indonesia dengan begitu cepat. Hal ini merupakan pekerjaan rumah abgi kelompok nasionalis agar ideologi radikal tidak semaki meluas.

Adriana juga menyebutkan ada empat alasan mengapa radikalisme dapat berkembang di Indonesia.

Alasan pertama seseorang menjadi radikal menurut Adriana adalah karena adanya kepentingan personal, hal itu menurut Adriana bisa menyangkut urusan ideologi maupun finansial. Kelompok radikal bisa menyebar dengan luas dengan janji kebutuhan finansial yang tercukupi. Selain itu seseorang bisa tertarik terhadap radikalisme karena ada propaganda politik yang menarik.

Fasilitas seperti transportasi dan pelatuhan juga menjadi alasan seseorang untuk bergabung dengan kelompok radikal tersebut. Selain itu pemahaman soal penyucian diri juga menjadi alasan kuat bagi seseorang yang masuk ke dalam lingkaran radikalisme.

Adapun faktor lain yang mempengaruhi meningkatnya radikalisme di Indonesia, yakni ketika ketika para elit politik menunjukkan etika politik yang buruk. Hal itulah yang menyebabkan masyarakat yang apatis terhadap demokrasi lantas menjadikan radikalisme sebagai jalan alternatif. Adriana mengatakan, radikalisme menjadi alternatif bagi masyarakat yang kecewa dengan demokrasi.

Selain itu Radikalisme juga dapat berkembang karena adanya pemikiran bahwa segala sesuatunya harus dikembalikan ke agama walaupun dengan cara yang kaku dan menggunakan kekerasan.

Pemahaman inilah yang harusnya diluruskan, kekecewaan terhadap pemerintah tentu jangan menjadikan seseorang bersikap bar-bar dan merusak ideologi negara yang telah disusun oleh pendahulu bangsa.

Kita tentu sepakat bahwa agama apapun tidak mengajarkan kekerasan dan senantiasa memerintahkan umatnya untuk mencintai sesama makhluk Tuhan. Eksistensi Radikalisme haruslah dilawan dengan pemahaman akan nilai Pancasila dan nasionalisme kebangsaan.

)* Penulis adalah mahasiswa IISIP Jakarta

Exit mobile version