Lawan Gering COVID-19, Mulat Sarira di Tengah Pandemi

ilustrasi.

Oleh : Jro Mangku Wayan Supadma Kerta Buana, S.Pd.H,.M.Pd

Sejak Maret lalu, dunia seketika menghentikan segala aktifitasnya. Lockdown, kebijakan yang diambil Negara atas terjadinya musibah besar yang menyerang sebagian besar Negara di dunia. Unsur kecil yang tidak kasat mata telah melumpukan dunia hanya dalam hitungan beberapa bulan saja. Bahkan, Negara adidaya sekelas Amerika yang dikenal paling canggih pertahanan militernya pun tak sanggup dan kewalahan atas serangan Corona Dease Virus 2019 (COVID 19).

Negara-negara maju yang diserang COVID-19 kewalahan menerima kenyataan, begitupun Negara berkembang yang harus menghadapi kenyataan penyakit ini berkembang menyebar dengan pesat sejak kemunculannya di Wuhan, China. Sebuah kenyataan yang sulit namun harus dihadapi oleh semua Negara dunia.

Dunia berputar, waktu terus berjalan manusia harus berlapang dada untuk menerima kenyataan dalam menghadapi COVID-19 yang telah merenggut ratusan ribu jiwa dan menjangkiti jutaan penduduk dunia. Tidak ada kata lain selain melewatinya sebagai proses adaptasi manusia akan penyesuaian terhadap kondisi alam semesta.

Pandemi COVID-19 juga telah menyerang Bali dan melumpuhkan berbagai sektor. Tidak hanya sektor pariwisata, ekonomi, dan berbagai sendi kehidupan masyarakat bahkan ritual agama terkena imbas dampak pandemi COVID-19. Ritual agama yang dilaksanakan dengan protokol kesehatan terbatas, baik pelaksana dan waktu pelaksanaannya.

Pandemi tidak hanya dilihat dari sisi ilmiah, namun juga harus diyakini sebagai proses dari spiritual. Sebagai umat Beragama khususnya Hindu tentu memandang setiap kejadian adalah proses perputaran. Terlebih, kasus pandemi ini sudah menyusahkan semua orang di dunia, dan tidak bisa menghindari kenyataan ini. Dalam persepektif berkeyakinan pada Tuhan semua yang tidak bisa diselesaikan akan bermuara pada cobaan yang datang dari Tuhan.

Mulat sarira, adalah jalan kesadaran atas terjadinya gerubug COVID-19. Semua akan kembali kepada diri sendiri dan kesadaran masuk ke dalam diri. Kebijakan protokol kesehatan telah menempatkan manusia menjadi mahluk individu kembali. Membatasi diri dengan menjaga diri atas segala hal yang bisa membuat orang menjadi lebih banyak waktu merenungi diri.

Terlepas akan pandemi ini akan berakhir sampai kapan, namun yang pasti kesadaran atas diri sebagai mahluk ciptaan Tuhan perlu ditingkatkan. Membatasi diri atas berbagai informasi yang menakutkan akan lebih membawa efek positif bagi kehidupan kita. Kuasa alam tidak ada yang dapat memastikan, sebagai mahluk yang berkeyakinan atas kuasa Tuhan lebih besar atas dunia ini akan memberikan kita harapan bahwa Gerubug COVID-19 akan berakhir. Rahayu

Penulis Alumnus UNHI dan UHN IGB Sugriwa