Omnibus Law Cipta Kerja Menguntungkan Pekerja Perempuan

ilustrasi

Oleh : Rengganis Parahita )*

Omnibus Law Ciptaker masih menjadi polemik karena masyarakat terbagi jadi 2 kubu, yang mendukung dan menolak. Seharusnya rakyat yang menolak perlu mempelajari draft RUU lebih lanjut, karena terbukti menguntungkan pekerja wanita. Para perempuan akan lebih dilindung oleh RUU ini dan mendapat jaminan gaji yang amat layak.

Pekerja wanita masih rawan karena ada yang digaji lebih rendah daripada pegawai laki-laki. Ada pula yang hanya bisa mengomel dan takut memprotes ke HRD ketika kehilangan haknya di kantor. Misalnya tidak ada ruang laktasi, uang lembur yang tak dibayar, dan lain-lain. Padahal jumlah wanita karir di Indonesia amat banyak, tapi mereka merasa dinomorduakan.

Untuk mengatasi masalah ini maka pemerintah membuat omnibus law RUU Cipta Kerja yang berisi klaster ketenagakerjaan yang pro pekerja wanita. Pada salah satu pasal dalam RUU ini, disebut bahwa pengusaha dilarang memutuskan hubungan kerja karena pegawai perempuan sedang hamil, keguguran, melahirkan, atau menyusui anaknya.

Hal ini menunjukkan betapa pemerintah memperhatikan hak pegawai perempuan. Karena mereka walau bekerja di perusahaan, tak bisa melupakan kodratnya untuk jadi ibu yang hamil dan menyusui. Begitu pula ketika mengajukan izin sakit saat keguguran, pihak perusahaan tidak berhak memecat karena sama saja mencederai hak azasi manusia.

Jika RUU Cipta Kerja sudah resmi jadi undang-undang, maka pegawai perempuan bisa lega karena hak untuk cuti melahirkan tidak dihapus. Mereka tetap bisa cuti kerja selama 3 bulan dan beristirahat agar badannya sehat sampai melahirkan. Saat di Rumah Sakit pun bisa meminta reimburse dari asuransi kesehatan perusahaan.

Para pekerja perempuan bsa memenuhi hak anaknya untuk mendapatkan ASI eksklusif (selama 6 bulan). Karena perusahaan tidak marah ketika mereka memerah air susu di kantor. Malah akan dibuatkan ruang laktasi yang lengkap dengan fasilitas kulkas, jadi mereka bisa nyaman saat menyimpan ASI perah.

Ada selentingan bahwa omnibus law RUU Cipta Kerja tidak pro pekerja perempuan karena pasal tentang hak cuti haid dihapus. Padahal hak ini sangat langka dan jarang ada negara yang memberikannya. Kenyataannya, para pekerja perempuan merasa malu untuk menggunakan cuti haid. Jadi ketika pasal ini dihapus, tidak terlalu berpengaruh terhadap mereka.

Para pekerja perempuan juga diuntungkan dengan adanya RUU Cipta Kerja karena ada pengaturan tentang maksimal durasi kerja, yakni 40 jam seminggu. Jika lebih, maka harus diberi uang lembur. Kenyataannya saat ini masih ada perusahaan atau pabrik yang masa kerjanya 11 jam sehari tanpa ada hak uang lembur. Jika ketahuan, mereka bisa disemprit Disnaker.

Pegawai wanita juga merasa aman karena gaji diatur oleh gubernur. Upah minimum provinsi dijamin lebih tinggi nominalnya daripada upah minimum kota. Malah aturan dalam omnibus law RUU Cipta Kerja, hanya pegawai yang masa kerjanya di bawah 1 tahun yang akan dapat gaji sesuai UMP. Jadi pegawai yang masa kerjanya lebih lama akan digaji lebih tinggi.

Selain itu, mereka masih mendapat bonus tahunan dari perusahaan. Nominalnya juga lumayan, bahkan bisa 8 kali gaji. Semakin lama masa kerja, akan semakin besar bonusnya. Jadi para pekerja perempuan bisa senang karena mendapat apresiasi berupa bonus di luar gaji, dan bisa dimanfaatkan untuk membeli susu anak dan kebutuhan lainnya.

Oleh karena itu, omnibus law RUU Cipta Kerja harus didukung karena membuat nasib para pekerja membaik, termasuk para pegawai perempuan. Mereka mendapat hak cuti hamil dan menyusui, serta tidak boleh dipecat ketika habis melahirkan, keguguran atau kecelakaan. Pegawai perempuan juga mendapat gaji yang layak dan bonus tahunan.

)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis