Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dan Momentum G20 di Bali

Para pekerja sedang mengolah sampah plastik menjadi bahan untuk pembuatan beranekaragam produk kerajinan tangan di TPS-3R Desa Adat Seminyak, Badung, Bali. ANTARA/Rolandus Nampu

INFODENPASAR, Badung – Pulau Bali akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 G20 pada 15-16 November 2022. KTT ini menjadi puncak dari proses dan usaha yang intensif dari seluruh alur kerja G20, baik Pertemuan Tingkat Menteri, Kelompok Kerja, dan Engagement Groups,  selama setahun keketuaan Indonesia.

Menyongsong agenda internasional tersebut, Bali terus berbenah dan berhias diri, di antaranya dengan mengelola sampah yang lebih baik dan terpadu, seperti dilakukan pengelola tempat pengolahan sampah (TPS)  di Seminyak, Kabupaten Badung, Bali.

 Ketua Pengelola TPS-3R Desa Adat Seminyak, I Komang Rudhita Hartawan, tidak menyangka jika usaha yang dirintisnya beberapa tahun lalu berkembang pesat dan efektif berkontribusi terhadap komunitas lokal serta pengembangan wisata yang ramah lingkungan.

Pria yang mengaku pernah menjadi manager sebuah perusahaan ternama di Bali tersebut tampak gembira dan antusias memberikan penjelasan kepada beberapa tamu yang datang menyambangi tempat pengolahan sampah (TPS) yang berlokasi di Seminyak, Kabupaten Badung, Bali.

Sebagai Ketua Pengelola TPS-3R Desa Adat Seminyak sesekali ia membantu para pekerja menurunkan beberapa kantong plastik berisi sampah dari atas truk untuk selanjutnya dipilah di TPS-3R Seminyak.

“Kita hidup dari pariwisata. Karena itu, kita menghindari usaha kita di Bali ini terganggu karena masalah sampah. Pariwisata itu bertahan karena adanya keamanan dan kebersihan,” katanya saat ditemui di TPS-3R Desa adat Seminyak, Kuta, Bali.

Karena terdorong oleh rasa cintanya terhadap keberlanjutan ekosistem pariwisata Pulau Dewata, dia mengambil langkah berani untuk memulai dan memfokuskan dirinya dalam hal pengolahan sampah.

Pada Desember 2003 akhir, dia dan beberapa masyarakat Desa Adat Seminyak mendapatkan pelatihan dari pemerintah dan saat itu belum dinamai dengan istilah  Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS-3R).

Pada tahun 2004-2005,  masyarakat setempat hanya menggunakan sistem angkut buang. Artinya, masyarakat dibantu dan difasilitasi oleh pemerintah, termasuk pihak ketiga, untuk penyediaan beberapa sarana dan prasarana penunjang.

Gedung secara keseluruhan merupakan bantuan dari kementerian PUPR, sementara untuk truk dan beberapa mobil pengangkut sampah difasilitasi pemerintah daerah, sedangkan yang lainnya murni milik TPS-3R Desa Adat Seminyak.

Pada tahun 2005, pengelolaan TPS-3R Desa Seminyak sudah mandiri, tanpa ada subsidi dari pemerintah.  Jumlah pelanggan TPS-3R Seminyak kini sudah hampir 1.800-an.  TPS ini memiliki 22 buah truk pengangkut dan tiga cadangan. Dari jumlah tersebut, pada masa pandemi truk yang bisa dioperasikan hanya enam buah dan pelanggan berkurang hampir 1.000.

Pria yang sempat menjadi pengusaha Babi di Bali itu mengatakan pelanggan TPS-3R Seminyak sebagian besar adalah hotel, restoran dan villa. Sementara pelanggan rumahan hanya berkisar 450-an saja. Dari pelanggan rumahan, warga sudah memilah sampah yang ada. Sebulan dua kali baru diberikan kepada TPS-3R Seminyak.

Berbasis sumber

Pengolahan sampah berbasis sumber untuk wilayah Bali telah memiliki dasar hukum sebagaimana tertuang di dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengolahan Sampah Berbasis Sumber.  Aturan itu ditindaklanjuti dengan  Keputusan Gubernur Nomor 381/03-P/HK/2021 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat.

Keputusan  gubernur tersebut mencakup aturan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Dalam pelaksanaan aturan tersebut, komunitas memegang peranan kunci dalam perubahan paradigma pengelolaan sampah dari pola kumpul- angkut-buang menjadi pilah-kumpul-olah.

Keputusan gubernur tersebut, sebagaimana dikutip dari laman resmi Pemerintah Provinsi Bali, mengatur mengenai strategi Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat, antara lain Pengaturan Warga, dengan membatasi perilaku yang menghasilkan banyak sampah, mewajibkan warga melakukan pemilahan sampah di rumah tangga, melarang warga membuang sampah ke Desa dan Desa Adat lain.

Selain itu, melarang warga membuang sampah tidak pada tempatnya, membatasi penggunaan bahan plastik sekali pakai sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018, hingga melarang warga membuang sampah di danau, mata air, sungai dan laut selaras dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020.

Menurut perencanaan Pemerintah Provinsi Bali tahun 2022, semua desa adat di Bali telah memiliki tempat pengolahan sampah sendiri. Maka, keputusan untuk menutup TPA Sawung sudah dirasa tepat. 
TPA Suwung di Denpasar sudah beroperasi sejak tahun 1980. TPA dengan luas sekitar  32 hektare ini per hari bisa menampung sampai 1.000 ton sampah kiriman dari Denpasar dan Badung.

Dengan salah satu alasan itu Rudy bersama warga mulai  merintis tempat pengolahan sampah di Desa Adat Seminyak. Sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya untuk kompos, energi, bahan bangunan maupun sebagai bahan baku industri.  Sedangkan yang dibuang adalah sampah yang benar-benar sudah tidak dapat dimanfaatkan, karena tidak mempunyai nilai ekonomi.

Pengelolaan sampah di TPS-3R Desa Adat Seminyak dilakukan dengan pendekatan yang menyeluruh dari hulu, sejak sebelum dihasilkan dari produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir yaitu pada fase produk sesudah dipakai, sehingga menjadi sampah, kemudian dikembalikan secara aman ke media lingkungan. Konsep ini biasa disebut dengan 3R yaitu reduce (pengurangan), reuse (penggunaan kembali), recycle (pendaurulangan), dengan menggunakan paradigma baru penanganan sampah yaitu “kumpul-pilah-olah-angkut”.

Untuk pembuatan kompos hasil pengolahan sampah organik kering, pihak TPS-3R Desa Adat Seminyak akan mengembalikan sampah itu kepada pihak hotel berupa kompos. Sementara itu, pihak hotel mengganti biaya produksi sebesar Rp2.500 per kilo.

Selain mengolah sampah, secara manajerial TPS-3R Desa Seminyak memiliki beberapa program kerja di luar mengolah sampah seperti program pendidikan lingkungan dimana tim TPS-3R Desa Seminyak mengedukasi anak-anak sekolah terkait bagaimana mengolah sampah dengan bijak.

Di lain sisi, Kementerian PUPR setiap tiga bulan sekali membawa Kelompok Swadaya Masyarakat untuk membantu berbagi pengalaman bagaimana mengolah sampah di daerah pariwisata. Program beach clean up yang telah beroperasi sejak tahun 2007.

Momentum G20

Meskipun diakui teknologi pengolahan sampah TPS-3R Desa Adat Seminyak masih perlu perbaikan, tapi mereka tetap optimistis untuk mencapai cita-cita besarnya mewujudkan zero waste itu sesuai salah satu agenda penting dalam forum internasional G20 tahun 2022.

“Zero waste itu sebuah slogan yang membuat kita terinspirasi. Untuk sekarang ini, kalaupun mesin ini sudah beroperasi kita memiliki target lebih banyak memproduksi sampah dalam jumlah yang lebih besar dari sekarang,” kata Rudy sambil menunjuk beberapa alat berat pengolahan sampah di TPS-3R Desa Adat Seminyak.

Ada dua buah mesin yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Badung dari BUMN melalui PT PP yang pengelolaannya diberikan kepada TPS-3R Desa Seminyak yang dinamakan sebagai “monster sampah”. Mesin pertama merupakan sebuah mesin pemilah sampah yang dapat memilah sampah secara otomatis antara sampah organik dan sampah anorganik.

Sementara itu, mesin kedua berfungsi sebagai pengolah aneka sampah seperti plastik yang dapat dikelola untuk dijadikan bahan kerajinan. Untuk mesin kedua ini, sudah banyak karya kerajinan berupa balok, papan, kursi dan meja dari hasil olahan sampah plastik.

Keseriusan Rudy dan pemerintah Desa Adat Seminyak dalam mengupayakan pengelolaan sampah di daerah itu bersesuaian dengan wacana penutupan TPA Suwung di Denpasar, Bali sebelum puncak KTT G20 November mendatang.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Panjaitan dalam kunjungannya pada 31 Agustus 2022 telah memberikan penegasan bahwa sebelum pelaksanaan puncak G20, TPA Suwung harus segera ditutup. Sebagai gantinya, pemerintah tengah mengembangkan tiga lokasi pembangunan  tempat pengolahan sampah terpadu  (TPST) di Denpasar yang sedang dalam proses pengerjaan untuk mengatasi persoalan sampah di wilayah pariwisata bali umumnya. Nantinya, TPST ini menjadi percontohan terhadap 52 TPST lainnya di Indonesia.

Dalam perhitungan Menko Marves, tiga TPST tersebut nantinya akan maksimal menangani pengolahan sampah dimana daya tampung TPST di wilayah Denpasar mencapai 1.020 ton sampah yang terbagi dalam tiga tempat yakni 450 ton di TPS Kesiman Kertalangu, 450 ton di TPST Taman Hutan Raya Ngurah Rai dan 120 ton di TPST Padangsambian Kaja.

Tema pengolahan sampah menjadi penting dan mendesak karena sudah menjadi agenda penting presidensi Indonesia dalam G20 yang bernaung di bawah tema perubahan iklim, selain tema kesehatan yang inklusif dan transformasi berbasis digital.

Forum G20 ini sangat strategis dimana, forum ini secara global menguasai 60 persen populasi dunia, 75 persen perdagangan dunia dan 80 persen produk domestik bruto (PDB). Negara-negara anggota G20 dinilai menyumbang 75 persen permintaan energi global. Karena itu, negara-negara anggota G20 memiliki tanggung jawab yang besar dan strategis mendorong pemanfaatan energi hijau.

Dalam side event energy transitions working group (ETWG) misalnya fokus pembahasan pada keamanan energi, akses dan efisiensi, serta transisi ke pengunaan energi rendah karbon, termasuk juga dalam teknologi pengolahan sampah yang lebih efisien.

Karena itu, pembangunan tempat-tempat pengolahan sampah di Bali, sudah pada jalur yang tepat dan momentum yang tepat pula. Dibutuhkan sinergi yang baik antara pemerintah, komunitas maupun masyarakat untuk menyukseskan agenda besar G20 dengan slogan pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat.


Oleh : Rolandus Nampu
Editor : Slamet Hadi Purnomo

Kantor Berita ANTARA