Penolak Jenazah Korban Covid-19 Dapat Dikenai Sanksi Hukum

Oleh : Alfisyah Kumalasari )*

Penolakan pemakaman jenazah korban Covid-19 oleh oknum masyarakat merupakan kasus serius yang harus ditindaklanjuti penegak hukum. Selain sebagai aksi yang tidak manusiawi, para pelaku penolak jenazah dapat terancam hukuman penjara.

Sejak awal Maret lalu hingga kini, covid-19 yang mewabah masih belum bisa teratasi dan terus bertambah kasus positif, meski pasien yang sembuh cukup banyak. Beberapa pasien dengan komplikasi penyakit lain kebanyakan meninggal karena terpapar covid-19.

Meninggalnya pasien covid-19 tidak serta merta membuat virus itu mati, dibutuhkan waktu untuk virus itu tidak mendapatkan energi dan mati. Hal ini yang mendasari proses perawatan jenazah tidak perlu dimandikan ataupun disolatkan. Keluarga hanya bisa menyolati secara gaib. Bahkan, jenazah dikebumikan dengan peti.

Pemakaman jenazah covid-19 telah memiliki protokol khusus, yaitu seperti dibungkus dengan plastik agar cairan dari dalam jenazah tidak keluar, kedalaman makam 1,5-2 meter. Apabila protokol ini dilakukan dengan benar, tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan.

Meski medis telah menangani dengan baik proses pemakaman, ternyata masih banyak pula masyarakat dengan kadar takut yang berlebihan menolak jenazah covid-19. Sebenarnya ini tidak cukup logis, terlebih sangat tidak berperikemanusiaan. Bayangkan saja, bagaimana jika jenazah itu adalah dirimu atau anggota keluargamu atau orang terdekatmu. Bukankah sangat menyakitkan saat meninggalpun masih saja dikucilkan?

Di tengah tidak kondusifnya keadaan masyarakat yang demikian. Akhirnya, aparat keamanan mempertegas dengan sanksi bagi penolak jenazah covid-19.

Kepolisian Republik Indonesia telah menghimbau untuk tidak menolak jenazah pasien covid-19 yang akan dikebumikan. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Argo Yuwono menegaskan bahwa ada ancaman bagi masyarakat yang menolak jenazah korban covid-19.

Jum’at lalu, Argo mengatakan apabila menolak jenazah covid-19, maka akan dikenakan Undang-Undang tentang Wabah Penyakit.

Masyarakat yang tidak patuh dan tetap menolak pemakaman jenazah covid-19 akan dikenakan pasal 212 KUHP dan/atau Pasal 214 KUHP dan/atau pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Pada Pasal 14 ayat (1) menyatakan barang siapa yang dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1 juta.

 Pasal 14 ayat (2) menyatakan bahwa barang siapa karena kekhilafannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 6 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp500 ribu.

Pasal 14 ayat (3) menyatakan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 adalah pelanggaran.

Maraknya kasus penolakan jenazah covid-19 di kalangan masyarakat membuat pihak kepolisian harus ikut turun tangan dan turut membantu mengantarkan jenazah hingga ke pemakaman.

Pihak kepolisian akan terus melakukan himbauan kepada masyarakat agar jangan sampai kasus penolakan jenazah covid-19 terjadi lagi.

Sebagai manusia, sikap memanusiakan sesama manusia adalah hal yang patut dilakukan. Jika bukan salah satu dari tenaga medis dan bukan bagian dari aparat keamanan. Mari bantu Indonesia dengan tidak saling egois antara satu dengan yang lain. Mari saling rangkul, saling bahu membahu dan hilangkan sikap diskriminasi. Menjadi korban covid-19 adalah musibah. Jika dapat memilih, tak seorangpun ingin terjangkit wabah. Untuk itu, mari lakukan segala himbauan pemerintah, baik protokol kesehatan maupun anjuran untuk tidak menolak jenazah covid-19.

)* Penulis adalah warganet, aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini