Produksi Arak Bali Capai 40,1 Juta Liter Per Tahun

Jajaran arak Bali yang telah lolos izin BPOM dan dipamerkan saat perayaan Hari Arak Bali, Senin (30/1/2023). ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari/wsj.

INFODENPASAR, Denpasar – Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan bahwa setelah adanya Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 produksi arak Bali semakin meningkat, mencapai 40,1 juta liter per tahun 

“Jumlah produksi arak Bali meningkat menjadi sebanyak 40,1 juta liter per tahun, sebelumnya 16,4 juta liter per tahun,” kata Koster di Denpasar, Senin (30/01/2023).

Dari angka tersebut, terlihat kenaikan produksi tahunan mencapai 23,7 juta liter, di mana jumlah tersebut sejalan dengan bertambahnya merek arak Bali yang telah lolos izin Badan POM dan berpita cukai.

Dalam pidato yang disampaikan serangkaian peringatan Hari Arak Bali, Gubernur Koster menyebut hingga saat ini sebanyak 32 merek arak telah terdaftar, dari yang sebelumnya hanya 12 merek, dengan dinaungi 10 koperasi yang mengelola.

Dengan itu pula, terdapat kenaikan jumlah tenaga kerja yang tertampung, dari yang sebelumnya 920 KK dan 1.820 orang, kini menjadi 1.486 KK dan 4.458 orang pekerja.

“Harga tuak yang menjadi bahan baku arak Bali naik menjadi Rp5.000-Rp6.000 per liter, sebelumnya Rp3.000-Rp4.000 per liter,” ujar orang nomor satu di Pemprov Bali itu.

Salah satu faktor pendorong meningkatnya dampak positif perekonomian dari arak Bali adalah telah ikut sertanya hotel-hotel berkelas dunia di Bali yang memasarkan dan memanfaatkan produk arak Bali untuk para wisatawan.

Dengan dampak yang muncul tersebut Koster menilai bahwa arak Bali telah nyata menjadi salah satu sumber dari kehidupan masyarakat Pulau Dewata, karena mampu menggerakkan perekonomian dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan mereka.

Ia berharap agar seluruh pelaku usaha arak Bali dari hulu ke hilir benar-benar melaksanakan Pergub yang ada dengan tertib, disiplin, dan penuh rasa tanggung jawab.

“Pelaku usaha arak Bali agar berkomitmen penuh kepada petani yang menghasilkan tuak sebagai bahan arak Bali, yakni membeli tuak dengan harga yang pantas, untuk kesejahteraan dan kebahagiaan mereka,” sambungnya.

Harapan Koster yang ketiga agar pelaku usaha terus menjaga dan meningkatkan kualitas, cita rasa, aroma, dan kemasan yang menarik, juga kemasannya harus memakai aksara Bali untuk memberi identitas yang unik.

Para pelaku usaha juga diarahkan untuk memperluas jaringan pemasaran secara konvensional dan melalui marketplace, serta mengembangkan kerja sama dengan para pemangku kepentingan.

“Pelaku usaha arak Bali agar memproduksi dengan mempertahankan cara pengetahuan tradisional karena telah menjadi warisan budaya tak benda Indonesia, dilarang keras memproduksi arak gula, yang merusak cita rasa arak tradisional, mengganggu kesehatan, dan merusak harga,” tutur Koster.

Ia mengimbau untuk pelaku usaha mengurangi secara drastis, bahkan tidak memakai produk minuman beralkohol impor, dan untuk masyarakat Bali diingatkan untuk mengonsumsi secara semestinya agar tidak merusak kesehatan.

Oleh : Ni Putu Putri Muliantari

Kantor Berita ANTARA