Masyarakat Menolak Demonstrasi Buruh Saat Pandemi Covid-19

Oleh: Alfisyah Kumalasari)*

Rencana demonstrasi buruh pada 30 April yang dimotori oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tidak dapat diterima dengan alasan apapun.  Masyarakat pun menolak rencana tersebut mengingat tidak ada jaminan bahwa setiap demonstran akan mematuhi protokol kesehatan, sehingga dapat meningkatkan penularan Covid-19 kepada orang lain.

Wabah Covid-19 memang telah membuat pemerintah menerapkan aturan physical distancing. Hal ini tentu bukan tanpa alasan, bahwa ditengah pandemi ini, kerumunan manusia berpotensi membahayakan siapapu yang terlibat.

Hal ini sudah tampak oleh jamaah tabligh yang hendak berangkat ke Gowa, dimana sepulang mereka dari acara yang telah dibatalkan tersebut berimbas pada meningkatnya kasus positif covid, PDP dan ODP. Kejadian tersebut harusnya menjadikan kita semua untuk tidak ceroboh dalam menyelenggarakan acara yang berpotensi kerumunan.

Sudah semestinya dalam kondisi saat ini, tidak ada pilihan lain untuk patuh terhadap protokol yang ada, yakni bekerja, belajar dan beribadah dirumah. Artinya tempat teraman saat ini ya didalam rumah.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KPSI) dan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) semestinya harus memahami kondisi kesehatan bangsa secara menyeluruh, bukan lantas melakukan aksi pada tanggal 30 April nanti dalam rangka Hari Buruh Internasional atau May Day.

Yang menjadi masalah, salah satu tokoh Buruh Said Iqbal mengatakan, bahwa pada tanggal yang sama, juga akan dilakukan aksi serupa di Serang, Bandung, Semarang, Banda Aceh, Batam, Bengkulu, Riau, Palembang, Lampung, Gorontalo, Banjarmasin dan Papua.

Hal tersebut tentu akan menciptakan sebuah pertanyaan mendasar, akankah KSPI dan MPBI dapat menjamin bahwa aksi serentak tersebut akan menjadikan para buruh tetap mematuhi aturan physical distancing? Jawabanya tentu saja tidak, jangankan physical distancing, aturan sederhana seperti jangan membuang sampah sembarangan saja tentu mudah untuk dilanggar.

Apalagi selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar, pemerintah tidak memperbolehkan adanya kerumunan lebih dari 5 orang. Jika aksi tersebut diikuti oleh 200 buruh, dan salah satu buruh tersebut merupakan karier dari virus corona lalu tanpa sengaja ia berjabat tangan dengan para buruh yang lain, tentu saja hal ini akan membuat keadaan menjadi runyam.

 Berapa banyak nantinya yang akan menjadi ODP, PDP dan mungkin saja angka kejadian positif corona akan meningkat setelah aksi masa tersebut berlangsung. Jika hal ini terjadi tentu saja akan membahayakan banyak pihak, tak terkecuali peserta aksi demo itu sendiri.

 Apabila para buruh menginginkan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja dihentikan selama Pandemi Corona, tentu saja masih ada cara lain yang bisa dilakukan selain dengan aksi masa yang berpotensi menciptakan kerumunan.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menegaskan, bahwa pihak kepolisian tidak akan mengeluarkan izin terkait dengan adanya rencana aksi demo buruh yang akan diselenggarakan pada 30 April nanti.

Yusri secara tegas mengatakan, bahwa pihaknya akan tetap patuh terhadap kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang melarang adanya kegiatan warga berkerumun.

Meskipun pihak kepolisian telah menerima surat pemberitahuan aksi, namun dipastikan KSPI tidak akan mendapatkan izin untuk menyelenggarakan aksi pada akhir bulan April nanti.

Dirinya menambahkan, justru para buruh memahami akan adanya PSBB untuk menekan penyebaran virus corona atau covid-19, bukan lantas mengagungkan ego untuk mengadakan aksi turun ke jalan.

Penerapan PSBB tentu saja tidak akan efektif menekan laju penyebaran virus corona, jika masyarakat masih tetap melanggar kebijakan yang telah ditetapkan.

Para buruh yang hendak mengikuti aksi turun ke jalan semestinya membaca dulu hasil riset terbaru yang dikeluarkan oleh Katadata Insight Center (KIC). Dimana hasil riset terbarunya menunjukkan bahwa Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat merupakan wilayah yang paling rentan terhadap pandemi covid-19.

Apalagi data tersebut didasari dengan wilayah yang memiliki mobilitas penduduk yang tinggi, kepadatan penduduk dan kualitas udara yang buruk.

Apabila ada ribuan buruh yang mengancam akan menyerbu DPR disaat kondisi seperti ini, tentu saja hal ini secara tidak langsung akan mengancam diri sendiri dan masyarakat sekitar.

Tentu saja, tidak semua buruh akan serta merta mengikuti aksi tersebut hanya karena momentum may day atau solidaritas antar sejawat.

Buruh yang cerdas tentu akan berpikir ulang tentang bagaimana cara menyampaikan aspirasi secara elegan kepada DPR, bukan lantas mengancam pemerintah dengan aksi turun ke jalan yang justru membahayakan masyarakat di dirinya sendiri.

)* Penulis adalah warganet, aktif dalam Lingkar Mahasiswa dan Pers Cikini