Omnibus Law Ciptaker Harapan Perbaiki Ekonomi Pasca Pandemi Covid-19

ilustrasi

Oleh : Yusak Ceasar )*

Perekonomian Indonesia secara nasional tengah diuji saat pandemi covid-19. Hal ini terbukti dengan banyaknya tenaga kerja yang dirumahkan, sehingga daya beli masyarakat menurun. Di tengah krisis akibat Covid-19, Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta diyakini mampu membuka peluang investasi lebih baik dalam rangka menuju Indonesia bangkit

Kondisi ekonomi yang tidak menentu ini tentunya memerlukan perbaikan, sehingga sebelum pandemi covid-19 ini berakhir, tentu diperlukan sebuah formula untuk dapat membangkitkan perekonomian di Indonesia.

Salah satu formula tersebut yakni omnibus law cipta kerja yang digadang-gadang dapat menyerap investor sehingga akan berdampak pada tenaga kerja lokal yang terserap.

Omnibus law merupakan aturan yang kedudukannya sama dengan undang-undang dan bertujuan untuk simplifikasi undang-undang lainnya, artinya aturan yang diatur dalam banyak UU dihapus dan kemudian diatur hanya dalam satu UU saja.

Hal ini tentu akan menciptakan birokrasi yang ramping, sehingga memungkinkan akselerasi peningkatan ekonomi secara nasional.

Omnibus Law Cipta kerja diperlukan karena Indonesia memiliki banyak undang-undang yang dibentuk menggunakan pendekatan sektoral per kementerian dan lembaga sehingga hasilnya menjadi parsial dan tumpang tindih.

Kita bisa ambil contoh dari batalnya Samsung berinvestasi membuat Indonesia kehilangan banyak peluang. Hal ini karena ketidakkonsistenan kebijakan seringkali melukai investor, termasuk juga ketidakpastian hukum.

Sehingga dengan adanya omnibus law yang merupakan gebrakan dari Presiden Indonesia Ir Joko Widodo, tentu patut diapresiasi.

Salah satu yang harus dipahami adalah omnibus law cipta kerja yang merupakan rancangan undang-undang yang mencakup lebih dari satu aspek dengan digabung menjadi satu undang-undang sebagai wujud ikhtiar pemerintah untuk dapat mendorong pertumbuhan investasi dan UMKM sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja baru.

Regulasi dan institusi merupakan penghambat paling mengikat bagi pertumbuhan ekonomi. Regulasi saat ini dengan kualitas institusi yang rendah, korupsi yang tinggi, inefisiensi birokrasi, serta lemahnya koordinasi antar kebijakan.

Hal tersebut tentu menjadi kondisi yang tidak mendukung pada upaya penciptaan pengembangan usaha bahkan cenderung membatasi, khususnya pada regulasi tenaga kerja, investasi, serta perdagangan.

Di sisi lain, dinamika perubahan ekonomi global memerlukan respon yang cepat dan tepat. Tanpa reformasi struktural, pertumbuhan ekonomi akan melambat.

Dengan RUU Cipta Kerja, diharapkan dapat terjadi perubahan struktur ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7%-6.0%.

Tiap tahunnya, hanya ada 2,5 juta lapangan kerja, padahal ada 7 juta orang yang mencari kerja. Hal ini tentu membutuhkan regulasi yang dapat memangkas birokrasi yang berbelit-belit, sehingga sangat mungkin meningkatkan akselerasi perekonomian secara nasional jika RUU Cipta Kerja di sahkan menjadi undang-undang.

Selain itu, Ditengah Pandemi covid-19 tentu berdampak pada PHK masal yang tidak terelakkan, hal ini dikarenakan Pandemi covid-19 ini telah banyak membuat semua simpul ekonomi berhenti total dan berimbas pada pelambatan ekonomi.

Kenyataan ini tentu membuat pemerintah terus berpikir agar ribuan tenaga kerja yang dirumahkan bisa terselamatkan. Tentu saja salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan mengupayakan RUU Cipta Kerja. Hal ini karena regulasi tersebut mengatur mengenai jaminan kehilangan pekerjaan bagi pekerja yang terkena PHK.

Jika omnibus law diterapkan, tentu saja perusahaan tidak akan semena-mena dalam merumahkan para karyawannya tanpa adanya pesangon.

RUU Omnibus Law Cipta Kerja mengatur bahwa setiap pekerja kontrak bila terjadi pemutusan hubungan kerja akan diberikan kompensasi penuh. Sedangkan bagi karyawan tetap akan diberikan pesangon dan itupun harus diberikan secara penuh.

Pembahasan Omnibus Law jangan sampai disalah artikan bahwa pemerintah tidak peduli dengan dampak pandemi covid-19. RUU Cipta Kerja ini semestinya dapat menjadi pengawal bagi pekerja di Indonesia agar kedepannya, hak-hak para pekerja bisa dipenuhi 100 persen oleh para pengusaha.

Potensi terjadinya PHK paling tinggi diprediksi terjadi di sektor padat karya apabila pandemi covid-19 masih terus berlangsung hingga lebaran tahun ini. Pengusaha hampir dipastikan akan memilih untuk mengurangi karyawan demi meringankan beban pengeluaran.

Indonesia tentu tidak boleh terperangkap di dalam regulasi yang sudah terlampau lama, padahal saat ini era industri sudah berubah, tentu saja regulasi pun harus menyesuaikan keadaan agar para buruh mendapatkan kesejahteraan dan para pengusaha dapat mempermudah izin usahanya.

)* Penulis adalah warganet, aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini