RUU Cipta Kerja Menguntungkan Pekerja

Ilustrasi.

Oleh : Zakaria )*

Omnibus law RUU Cipta Kerja membuat heboh para buruh karena dianggap merugikan. Mereka protes karena ada pasal berisi hari dan jam kerja yang berubah dan UMK  diganti dengan UMP. Padahal jika diteliti lebih lanjut, RUU Cipta Kerja malah menguntungkan pekerja. Karena mendapat pesangon dan bonus tahunan yang besar dari perusahaan.

Presiden Joko Widodo sudah membaca draft RUU Cipta Kerja dan mengeluarkan surpres untuk menyetujuinya. Sayangnya RUU ini malah ditentang oleh banyak pegawai karena dianggap merugikan. Mereka menganggap bahwa Omnibus Law RUU Cipta Kerja hanya menguntungkan pengusaha, padahal karyawan dan bossnya sama-sama diuntungkan.

Memang ada beberapa perubahan peraturan seperti hari kerja menjadi wajib 6 hari, bukan 5 hari. Karyawan tidak lagi mendapat cuti haid seperti dulu. Kenyataannya cuti ini jarang digunakan, karena pekerja wanita merasa malu, apakah kondisinya lemah saat haid? Menurut sejarahnya, cuti ini diajukan SOBSI, sebuah organisasi pro komunis yang sudah bubar.

Perubahan lain dalam RUU Cipta Kerja adalah tidak ada batas maksimal durasi untuk mengontrak karyawan. Hal ini yang diprotes oleh buruh, karena takut akan jadi pegawai kontrak selamanya. Padahal menurut Mentri Tenaga Kerja Ida Fauziah, proses mengontrak ini butuh waktu dan biaya banyak. Jadi karyawan yang kinerjanya bagus pasti akan diangkat.

RUU Cipta Kerja justru menyelamatkan para pegawai. Karena mereka yang dipecat akan mendapat uang pesangon, walau bekerja kurang dari 1 tahun. Besaran pesangon mulai dari 1-9 kali gaji. Mereka juga berhak mendapat JKP (jaminan kehilangan pekerjaan) berupa uang cash, pelatihan, serta fasilitas penempatan. Fasilitas JKP adalah hak bagi buruh pemegang BPJS.

Pasal lain dari RUU Cipta Kerja yang menguntungkan adalah adanya bonus tahunan. Perusahaan harus memberi uang bonus kepada tiap karyawannya, besarnya mulai dari gaji sebulan hingga uang senilai gaji selama 8 bulan. Bonus ini diberikan kepada pegawai yang telah setia bekerja selama minimal 3 tahun. Hal ini membuat pegawai tersenyum, bukan?

Sementara untuk urusan gaji, tidak lagi ditentukan oleh pemerintah pusat. Sehingga istilah upah minimum kota dihapus. Para pegawai tidak usah khawatir, karena sekarang yang menentukan gaji minimal adalah gubernur, dan istilahnya diganti jadi UMP (upah minimal provinsi). Gubernur tahu kehidupan di wilayahnya dan berapa  gaji yang layak untuk pekerja.

Para pekerja tidak usah khawatir dengan rencana pengesahan RUU Cipta Kerja. Karena pemerintah sudah melihat bahwa draft ini menguntungkan bagi mereka. Jadi jangan terbawa emosi dan ikut aksi protes sampai ke ibu kota. Hanya karena ada 1 pasal yang tidak mereka setujui. Padahal tujuannya baik dan bisa jadi interpretasinya berbeda.

Profesor Muhammad Handry Imansyah, pengamat ekonomi dari Universitas Lambung Mangkurat menyatakan bahwa jika ada pekerja yang protes terhadap RUU Cipta Kerja, apa dia tahu persis isinya? Seharusnya isi pasal dipahami dan dibaca berkali-kali. Jika ada yang memimpin buruh (untuk demonstrasi) hanya pandai melobi dan memprovokasi mereka untuk menentang pemerintah.

Ketika ada buruh yang tak setuju, maka ia harus ditanya. Apa semua pasalnya dibaca dan dibandingkan dengan UU pekerja yang sebelumnya? Bisa jadi mereka protes karena hanya membacanya sepintas. Jikapun ingin menyuarakan hatinya, bisa melalui dialog kepada pejabat di Kementrian Ketenagakerjaan agar tidak terjadi miskomunikasi.

RUU Cipta Kerja tidak hanya menguntungkan satu pihak, tapi pekerja juga diuntungkan. Buktinya mereka berhak mendapat pesangon, jaminan keamanan, dan bonus tahunan dari perusahaan. Jangan mudah terprovokasi dan ikut-ikutan berdemo. Seharusnya isi RUU Cipta Kerja dipahami secara menyeluruh.

)* Penulis adalah warganet tinggal di Bogor